Siang
setelah landing di La Paz,Bolivia… langsung ke Rosario Hotel utk confirm tiket bus ke
Uyuni malam ini. Ongkos taxi dari Airport ke hotel 50 Bolivianos.
Joana help
me, lalu setelah simpan barang di storage, jalan2 ke downtown, wah jalan di
Lapaz naik turun terjal banget. Jalan
kakipun ngos ngosan , karena kota Lapaz di elevasi 3700m diatas laut.
Sempat jalan ke Plaza Murillo, San Fransisco Cathedral, juga
calle yg jual2 souvenir. Foto2 in inner Artesan shops disana.
Jam 6 sudah balik ke Rosario hotel, beres2 barang2 yg mau
dibawa ke Uyuni. Duffel titip di storage hotel. Koper malah di hotel di Lima
(Peru)
Jam 6 pm berangkat ke Setasiun bus, cari counter PanaSur utk
confirm seat ke Uyuni. Setasiunnya lumayan kacau, mirip kebanyakan terminal bus
di Indo.
Tepat jam 8 penumpang diberangkatkan dari Setasiun.
Dimasing masing tempat duduk sudah diberi selimut, yang
ternyata sangat berguna untuk menahan dingin udara sepanjang perjalanan hampir
11 jam.
Saya duduk disisi kaca, disebelah saya adalah seorang ibu
mungkin sekitar 50 thn an, orang German, bepergian dengan 3 anak laki2 dan
suaminya. Suami duduk dengan anak laki yg besar, sedangkan 2 anak laki yang
sebaya kecilnya duduk dibaris depan ayahnya.
Yang menjengkelkan adalah mulut si Ibu tidak pernah berhenti
bicara selama matanya terbuka. Mulut baru stop waktu dia tidur. Luar biasa
bawel menurut ukuran saya, si anak laki yg besar juga tak kalah cerewetnya.
bersahut sahutan mereka bicara entah apa saja yg diomong. Kenapa tidak duduk
sebelahan saja sih, minimal anak lakinya jangan duduk disisi kaca…ngobrol lewat
bapaknya dan lorong kan harus teriak2..Malahan kedua anak laki yang kecil2 duduk
manis, dan tidak berisik. Kalau busnya kosong saya sudah pindah tempat duduk.
Sepanjang perjalanan, diluar bus gelap gulita , tanpa lampu jalan, tidak kelihatan rumah2 penduduk,
bahkan jalanannya seperti tidak beraspal, berhubung bus berguncang guncang.
Udara sekitar 10 derajat waktu berangkat dari La Paz, semakin
lama bus berjalan, udara luar semakin rendah membentuk embun dingin di kaca
jendela. Waktu tiba di Uyuni, kaca jendela bahkan sudah membeku,embun nya sudah
berubah jadi es sehingga tidak bisa dihapus.
Pagi2 jam 6 bus tiba di Uyuni, kota kecil yg sepi, kelihatan
sangat sederhana dan udara dingin menyambut kami, kira2 5 derajat.
Dengan kondisi perut lapar, udara dingin, bingung mau kemana,
akhirnya ada yg menunjukkan jalan ke kantor operator tour di Uyuni, yaitu Blue
Line.
Kantornya sederhana, setelah saya masuk, petugasnya
menyalakan pemanas udara portable, berbahan bakar gas. Lumayan lebih hangat.
Masih ada waktu 2 jam lebih sebelum jeep yg akan membawa kami
ke salt flat datang.
Lalu saya diantar ke tempat dimana bisa breakfast, pinjam
toilet dan menghangatkan diri dengan secangkir teh coca.
Selesai sarapan
sederhana, saya kembali ke kantor operator tour, lalu beli kaos kaki tambahan dan
sarung tangan tebal dikios sebelahnya.
Disepanjang jalan itu ternyata berjajar kantor kantor tour
operator. Begitu jam 9, jeep2 berdatangan dan parkir dimasing masing kantornya.
Peserta juga sudah berkumpul disana. Kemudian kami dibagi2 dalam jeep, grup
saya terdiri dari 4 wanita dan 2 pria. Pam dan Ludivine dari Paris, Daphne juga
dari Perancis. Jose and Inake dari Basque Country di selatan Italy. 6 orang
berangkat dengan supir Ector.
Jeep2 dari berbagai operator berlainan berangkat konvoi dari Uyuni
jam 10, kira2 setengah jam perjalanan kita tiba di Train Cemetry. Kereta2 tua
bermesin uap yg sudah jadi bangkai dikumpulkan disatu tempat, kemudian dijadikan
tontonan dinamakan kuburan kereta..halaaah
Setengah jam bermobil kita tiba di Colchani, desa kecil dan
sepi juga, kita mampir ketempat pembuatan garam tradisional, yg bahan dasarnya diambil
di salt flat.
Setelah kurang lebih 30 menit bermobil, kita tiba2 dihadapkan
dengan gurun garam putih yg luas sekali dan dinginnya tak kurang2 dari tadi
pagi.
Jadilah kami turun dan bermain main, foto2 digurun garam.
Sungguh indah dan menyenangkan.
Setelah itu kita dibawa ke hotel ditengah salar, untuk lunch
. Ternyata cuma pinjam tempat utk makan, bekalnya sudah dibawa oleh Ector.
Macam piknik. Ada Quina digoreng, ada
salad, ada daging barbeque, cukup kenyang deh pokoknya. Juga Coca Cola dan buah
pisang. Hotel ini dibangun dengan dinding ,lantai dan perlengkapan lainnya
seperti meja kursi terbuat dari garam padat.
Selesai lunch kita ngebut dihamparan garam luas. Putih dan rata
sejauh mata memandang, tidak berbukit, tidak berpohon atau perdu sama sekali.
Bagaimana Ector dan sopir2 lain bisa tahu arah tujuan ya? Patokannya cuma satu
bukit kecil yang jauh dan sepertinya ga sampai2. Bagaimana pula bisa terjadi
hamparan garam rata, seluas 1000km2 diketinggian 3700m diatas muka air laut dan
adanya ditengah tengah benua Amerika Selatan, jauh sekali dari laut. Konon
asalnya adalah dasar laut yang terdorong keatas karena tekanan magma didasar
sana.
Ditengah perjalanan itu kita berhenti untuk ditunjukkan salt
flat eye, yg berbusa maupun diam.
Kira2 3 jam bermobil di hamparan garam tak
bertepi, kita sempat berhenti untuk praktek illusi foto yang diajarkan Ector.
Seru juga..hasilnya lucu lucu.. bisa kelihatan seperti kita keluar dari sepatu,
berdiri diatas botol/kaleng beer, berbaring diatas buku, berkelahi dengan robot
gantungan kunci dan lain2 lagi.
Menjelang sore kita tiba di Tunupa Hostal, berbentuk rumah
tradisional, dimana nanti malam kita menginap, letaknya didaratan asli dilereng
volcano yang dikelilingi oleh semacam air yang luas seperti danau. Untuk
mencapai dataran itu mobilnya berenang diair,persis seperti kalau Jakarta lagi
kebanjiran.
Tepat didepan hostal itu banyak flamingo pink dipinggiran
air, ada llama, dan kita jalan2 di sana sambil potret2 . Tanahnya campuran
garam , dan ditumbuhi lumut tebal yang kalau diinjak kaki bisa kejeblos masuk
air yang dinginnya luar biasa.
Lelah main diatas lumut, kita balik ke hostal, ternyata sudah
disambut dgn minuman dingin, kopi, teh coca , crackers dan kami duduk2 ngobrol disana.
Menjelang sunset, kita dibawa naik jeep menyeberang air,
ketempat yg lumayan jauh dibalik volcano utk bisa lihat sunset. Foto2 lagi sampai
puas, lalu balik ke hostal setelah gelap.
Malam kita dapat dinner soup quina,dan semacam lagi lupa. Oya,
quina ini sejenis gandum kecil2, bisa diolah seperti nasi goreng, bisa di
bubur, kadang di sop. Ada juga pisang dan ubi goreng yang umum dijadikan lauk
atau pelengkap makan, diseluruh Amerika Selatan.
Jam 9 kita masuk kamar masing2, karena setelah itu daya
listrik digantikan dengan generator, sehingga lampu2 yang menyala terbatas.
Ruang makan dan rekreasi termasuk lampu yang dimatikan. Lampu2 yang menyala
hanya kamar tidur dan toilet rame2, tapi jalan menuju ke sana gelap. Waktu
tengah malam saya terpaksa ke toilet, sempat tersandung sandung walaupun pakai
senter LED kecil. Rasanya malam itu tidak ada yg mandi, berhubung dinginnya
luar biasa, walaupun terlihat disediakan water heater . Kamar saya single, kecil
saja. Isinya cuma dipan sederhana dengan meja kecil disamping. Yang unik
dinding kamarnya juga dari bata garam, putih natural dan asli asin.
Sebelum berangkat tadi pagi saya dipinjami kantor operator
sleeping bag, karena sleeping bag yg saya bawa tidak memenuhi syarat (10
derajat) , jadi saya tinggal dikantor tour. Yang lain harus sewa 40 bolivianos.
Karena udara malam hari bisa mencapai -2 derajat, kita harus tidur berpakaian
lengkap sweater dan kaus kaki tebal, masuk kedalam sleeping bag diatas dipan
berkasur!!