Thursday, November 11, 2010

Amazon Trip

Sore sesampai di Manaus,kota kecil di bagian Utara Brazil, saya langsung cari group untuk pergi ke Amazon Jungle.
Ternyata dari Hostel tidak ada rombongan yang berangkat besok pagi.
Andrei receptionist hostel yang memberi petunjuk untuk ke Porto (Harbour) untuk mencari orang dari Canoeing Association, karena mereka dapat mengatur keberangkatan ke Amazone Jungle.
Tidak ada kantor khusus, cari orang yang berkalung identitas Canoeing Association biasanya mangkal dibawah satu satunya pohon mangga di dermaga,pesan Andrei.
Pohon mangganya ketemu, tapi ternyata banyak sekali orang yang memakai kalung identitas bermacam macam asosiasi, sampai saya harus melihat satu persatu kalung di dada mereka.
Akhirnya saya bertemu agen CA yg bernama Vito , dan deal utk ke Negro jungle, water meeting dan Vittori Heiss seharga R90.
Vitto menawarkan pada saya untuk ikut grup yang menginap di hutan dengan biaya RS 150...saya tunda besok saja keputusan menginap atau tidaknya, lihat lihat dulu siapa saja yang berangkat bareng.
Keesokan paginya saya buru2 berangkat ke dermaga tanpa breakfast, karena sudah jam 8 . Padahal saya diberitahu jam 8.30 kapal berangkat.
Saya terlambat bangun karena lupa memasang wekker, kecapaian cuci baju semalam... jadilah harus ber lari2 ke dermaga.
Ternyata waktu Manaus 1 jam lebih lambat dari Rio....Astaga....saya datang kepagian sampai Vito menertawakan saya.
Sambil menunggu peserta lainnya, saya breakfast dulu dipasar dekat situ. R2 dapat roti, telor dan keju + kopi susu., 2 porsi... Akhirnya sesudah kenyang baru jalan ke meeting point.
Peserta ada 20 orang , kita berangkat naik speed boat tepat jam 8.30 pagi. Sempat isi bensin ditengah sungai, dari pompa bensin apung.

Kira2 30 menit perjalanan dengan speed boat kami tiba di meeting water Solimoes dan Rio Negro.

Dua sungai beda warna bergabung : Rio Solimoes dengan air berwarna kuning kecoklatan mengalir dari Peru sejauh 3500km, dan Rio Negro dengan air berwarna kehitaman mengalir dari Columbia sejauh 1000km ...warna airnya tetap terpisah...menakjubkan. Speed boat berhenti disana 10 menit untuk kita foto2, lalu berangkat lagi menuju Laguna Negro, sampai kira2 30 menit kemudian.





Ditengah perjalanan, tiba2 ada perahu kecil yang mendekat ke badan speed boat, dikayuh oleh anak anak, lalu merapat ke badan speed boat dan mereka dengan lincahnya memanjat. Yang perempuan menggendong kuskus, yang laki 2 berkalung…ular.


Diperjalanan kita mampir untuk istirahat di souvenir shop apung, beli minuman dan berangkat lagi untuk lunch di Laguna Negro.

Sambil nunggu lunch, banyak yang berenang di sungai hitam jernih itu. juga Beto dan papanya. Beto ini kenalan baru di speed boat, satu2nya penumpang yang bisa berbahasa Inggris.Yang tidak berenang bisa duduk2 di deck atau tidur2an di hammock yang dipasang didalam speed boat. Lumayan disini agak sejuk,karena dari tadi pagi udaranya panas dan sinar mataharinya menyengat kulit.


Menu lunch buffet berupa nasi putih, kacang polong dan ikan

goreng seorang satu. Sambal untuk ikan :bawang bombay +cabe , rasanya mirip acar pedas2 asem.

Selain itu ada juga…. singkong rebus.

Ikan gorengnya enak, tapi banyak duri dan tajam tajam..

Setelah itu kita dibagi jadi 2 perahu kecil ,muat 10 orang untuk pergi memancing piranha. Perahu itu jalan pelan2 dan merapat dipinggir sungai dekat pohon2, lalu kita seorang2 dikasih pancing berikut potongan daging segar untuk umpan.

Ada yang dapat piranha kecil dan ada juga ikan lainnya, tapi semua ikan itu dilepas lagi ke air setelah di foto2.

Senang juga....Setelah itu kita kembali ke Resto apung, untuk yang mau pulang siap2 naik speed boat tadi, untuk yang bermalam naik speed boat beda jurusan.

Saya menumpang speed boat yang menuju ke Careiro Village, bergabung dengan rombongan yang bermalam di hutan. Tiba di dermaga Careiro kami dijemput minivan yang akan membawa kami ke Parana do Mamori, sungai lain lagi. Jalan yang dilalui berdebu dan berbatu batu, sehingga minivan terguncang hebat. Ada 8 orang dalam rombongan ini.

Dari Parana do Mamori kami naik speed boat lagi menuju ke Juma Reserve, hutan lindung dimana kami akan menginap.

Kali ini speed boat melewati sungai kecil dengan air yang bening dimana sepanjang sungai kami diteduhi pohon2an dari hutan dikanan kiri sungai. Pemandangan yang sungguh luar biasa.

Begitu tiba di lodge Juma Reserve, langsung saya menyewa kano untuk mengejar pemandangan sunset dibalik teluk.

Sayang sekali batere kamera habis…duhh…. Indahnya hanya bisa dinikmati sendiri.

Setelah puas menikmati sunset diatas kano, saya kembali ke lodge untuk mandi dan istirahat sebelum dinner.

Lodge yang paling murah sekamar bertiga, isinya hammock tergantung dari dinding ke dinding, lalu dari atas ceiling gubuk tergantung kelambu untuk masing2 hammock . Unik..lagi lagi saya jengkel setengah mati karena ternyata charger batere kamera tertinggal di Manaus. Sudah tanya kanan kiri barangkali ada turis lain yang punya charger sejenis, tapi lain semua…huaaaa..

Malam setelah makan buffet menu local, ikan lagi….saya mandi sekali lagi dan langsung berlindung dalam kelambu, karena nyamuknya ganas. Pengusir nyamuk yg saya bawa dari Jakarta, yg dijalankan batere, maupun obat oles ternyata tidak mempan mengusir nyamuk Amazon.. Sebagian rombongan pergi mengintai alligator menggunakan perahu, saya tidak ikut, takut.

Kembali ke Manaus pada hari berikutnya pakai rute yang sama, 4x naik turun kano,perahu dan speed boat, kulit langsung gosong..

Wednesday, November 10, 2010

Ojek Tour...Tuk Tuk Tour

-->Pengalaman tour pakai ojek saya rasakan di Ho Chi Minh City atau dulunya Saigon.
Kota tua ini asyik dinikmati. Kota kecil dengan jalan raya lebar lebar, bangunan bangunan kuno peninggalan kebudayaan Perancis, dan jajanan khas Vietnam yang enak enak dan murah.
Perempatan jalannya luaaaas , ataupun kalau berupa bunderan tanpa lampu merah selalu penuh dengan motor !!
Mungkin disini lebih banyak motor daripada kendaraan jenis lainnya.
Pertama tama yang menyarankan jalan2 pakai motor ya orang2 di hostel.
Sesama penginap cerita bahwa mereka sewa motor untuk kemana mana, berhubung saya tidak bisa naik motor, ya terpaksa sewa motor sama drivernya.
Banyak juga motor yg mangkal didepan hostel, tinggal pilih2 motor , helm dan sopir yg bersih.
Jadilah tawar menawar tarip motor seharian, boleh minta diantar kemana saja mulai jam 10 pagi sampai jam 4 sore . Enak juga naik motor , hemat waktu dan murah, cuma 5 USD biayanya.
Di Vietnam USD berlaku untuk transaksi, umum dipakai untuk pembayaran segala belanjaan, jajan, jasa termasuk ongkos ojek .
Buat saya memang lebih enak pegang USD, krn uang pecahan lokalnya kecil2, sehingga kalau terima kembalian dalam “dong” bisa setumpuk., bikin pusing.
Yang saya takutkan kalau sampai di perempatan besar. Motor yang buanyak itu langsung bruuuulll…serentak maju.

Tapi mereka semua jalannya pelan pelan tidak ada yg ngebut, jadi tidak begitu mengerikan seperti bayangan saya semula.
Justru lebih ngeri menyeberang jalan. Saya selalu menunggu orang yang akan menyeberang, nebeng rombongan yang agak banyak.
Sebab pernah saya mau kearah seberang yang sana, tau2 yang saya ikuti beda tujuan,saking luasnya perempatan. Daripada saya harus nyeberang sendirian, terpaksa saya ikut keseberang yang salah, baru dari sana cari tebengan lagi nyeberang kearah yg saya tuju.
Ternyata saya lihat banyak turis2 bule juga pake jasa ojek keliling kota. Selain itu sopir ojek juga bisa cerita banyak tentang obyek2 wisata yg ada disekitar sana, dengan bahasa Inggris seadanya tapi lumayan lah.
Selesai tour pakai ojek,badan pegal2 karena ga biasa mbonceng motor, otot2 pada kaku semua.
Di Cambodia lain lagi ceritanya. Saya menggunakan bus umum dari Vietnam (Ho Chi Minh City) ke Pnom Penh. Begitu tiba di terminal Pnom Penh,langsung dikerubuti sopir2 tuktuk, semacam beca beratap yang ditarik sepeda motor…. Transaksi pakai USD karena saya juga belum punya kesempatan ke money changer. Tuktuk di Pnom Penh bisa memuat 4 orang sekaligus,tempat duduknya 2 berhadap2an. Atapnya lebar sehingga sopir juga terlindung . Di Pnom Penh ini route pertama adalah cari hotel, karena hotel yang saya booking via internet tutup seminggu sebelum kedatangan saya….kok bisa ya ada kebetulan seperti itu, hilanglah uang muka yang saya bayarkan. Lalu saya diantar sopir tuk tuk mencari hotel lain disekitar situ. Sopir itu juga yang saya sewa beberapa hari selama saya keliling Pnom Penh.

Saya booking hotel di kota Siem Reap juga via internet, dibilang jemputan gratis dari airport, boat quay atau terminal bus. Berhubung saya juga menggunakan bus dari Pnom Penh ke Siem Reap,saya dijemput di terminal bis
Saya bayangkan dijemput pakai bus atau sejenisnya, ternyata yang jemput adalah tuk tuk lagi,
Ya hayo aja…selanjutnya receptionist hotel bilang bahwa tuktuk bisa disewa untuk jalan2 keliling kota..ooo..saya langsung paham dan transaksi dgn tuktuk yang tadi menjemput di terminal bus. Ongkosnya tidak jauh beda dengan ojek di Ho Chi Minh City dan di Pnom Penh.
Tuk tuk di Siem Reap lebih kecil, hanya bisa muat 2 orang dan atapnya juga hanya melindungi bagian penumpang.
Situasi jalan raya di Siem Reap lebih santai, tidak banyak kendaraan pribadi hilir mudik, tapi debunya lumayan banyak. Tuk tuk ini juga saya sewa beberapa hari untuk ke kompleks Angkor , Ta Promh dan ke Tonle Sap Lake.
Bahkan ke airport waktu meninggalkan Siem Reap juga naik tuk tuk….

Float Village di Siem Reap

Saya begitu ingin tahu kehidupan ‘mengapung’ dari sekelompok orang yang berdiam di atas danau Tonle Sap Lake, danau yang terletak di jantung wilayah Cambodia, dimana sungai2 di 9 propinsi yang terletak disekelilingnya bermuara ke danau ini,termasuk cabang sungai Mekong yang melintasi Pnom Penh yaitu Tonle River mengalir juga ke Tonle Sap Lake.

Danau ini merupakan danau air tawar terbesar di Asia Tenggara, selain itu juga merupakan danau yang memiliki peran penting dalam kehidupan didaerah Cambodia, karena Tonle Sap Lake adalah reservoir besar untuk keseimbangan ekologi yang tercipta secara alami secara luar biasa.

System yang terbentuk alam adalah aliran yang mempunyai 2 arah dari dan ke Tonle Sap Lake, dimana pada musim kering, permukaan air turun dan aliran air terarah menyebar kesungai sungai kecil disekitarnya, sedangkan pada musim hujan terjadi sebaliknya , dan permukaan air danau bisa naik sampai 9 meter!!!

Pertukaran arah aliran itu membuat danau menjadi kaya dengan sedimen, sehingga biota air disana juga hidup dengan baiknya. Hasil utama terbesarnya adalah ikan air tawar yang berlimpah limpah dan merata kesegala pelosok negeri. Di muara sungai2 kecil yang tersebar kesegala penjuru, habitatnya cocok untuk pembiakan buaya, sehingga banyak terdapat peternakan hewan ini.

Demikian besarnya danau ini sehingga bila kita berdiri di tepi danau seolah olah menghadapi laut , karena batas daratan diseberang tidak tampak.

Float Village yang saya kunjungi adalah disekitar muara Siem Reap river, bernama desa Chong Khneas, kira kira 15 menit perjalanan naik boat dari Pumi Chhma boat quay.

Air danau berwarna kuning kecoklatan, sehingga buaya liar yang mengapung kadang tersamar seperti batang pohon.

Mereka yang tinggal di floating village ini kebanyakan orang2 pelarian Vietnam, yang tidak punya lahan darat untuk berdiam, sehingga mereka tinggal di boat2 diatas air danau. Itulah ‘rumah’ mereka,lengkap dengan pot2 bunga di dek serta perlengkapan hidup didalam boat, termasuk tempat tidur, sofa dan kompor.

Bagaimana dengan fasilitas2 lainnya? Ternyata ada juga sekolah terapung, basket hall terapung, klinik dan gereja terapung. Bahkan resto terapung ( ini hanya dikunjungi turis2).



Kebanyakan sarana2 umum tersebut donasi dari pemerintah Korea.


Kegiatan ekonomi juga ada, jualan sayur dan kelontong ada di ‘warung terapung’ atau dijajakan oleh perahu2 warung keliling.